.

Glitter Text
Make your own Glitter Graphics

selamat datang.........

semoga Allah selalu memudahakn jalan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh

mungkin ini adalah saya

Foto saya
asalamu'alaikum wr.wb, dalam naungan Ridho Illahi semoga hidup penuh kedamaian walau didahului oleh permusuhan.. salam ukhuwah islamiyah

BIOLOGY BY AL-QUR'AN


WHAT??
CellSetiap tubuh manusia terdiri atas 100 triliun sel. Akan tetapi syukurlah sel-sel tersebut sangat berukuran kecil, yang tidak kasat oleh mata sehingga tubuh kita tidak berukuran raksasa. Sel-sel tersebut bekerja untuk kita, bahkan mereka tetap bekerja saat mata kita terpejam sementara.Pengertian dari sel sendiri adalah : bagian terkecil, structural, fungsional dan pertumbuhan makhluk hidup. 1. Ia dikatakan bagian terkecil, karena ia tak bisa dilihat oleh mata telanjang, yaitu artinya kita harus menggunakan mikroskop untuk melihatnya. Perbedaan yang mendasar antara Tuhan dengan makhluk-Nya. Semua orang yang akan meneliti / hanya sekedar ingin melihat sel / makhluk kecil lainnya harus menggunakan bantuan alat. Karena mata / pandangan manusia sangat minim dan terbatas sekali untuk menerima kepekaan terhadap cahaya yang masuk ke mata. Berbeda dengan Tuhan kita, Allah. Ia bahkan mampu melihat makhluk-Nya sekecil sel tanpa bantuan apapun dan siapapun. Bahkan Ia juga mampu melihat dan membaca apa yang tidak manusia lain ketahui. Seperti isi hati manusia lainnya. Namun terkadang banyak orang menilai dengan salah pengertian dari pesulap yang hebat. Mereka mengatakan bahwa para pesulap juga mampu membaca fikiran orang lain dan mampu memprediksi kejadian yang akan terjadi di masa depan. Jika ditelaah lebih dalam, “SULAP” hanyalah bermain “PALSU” (suku kata yang dibalik). Mengapa?? Dari penjabaran Al-Qur’an dan Al-Hadist, tidak ada seorangpun yang mengetahui suatu kejadian yang akan terjadi sedetikpun, kecuali hanya Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam Hadist Al-Bukhari disebutkan bahwa : “ Kunci sesuatu yang ghaib itu ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Pertama tidak ada yang mengetahui apa yang tersimpan dalam rahim kecuali Allah. Kedua tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok kecuali Allah. Ketiga seorangpun tidak tahu kapan datangnya hujan kecuali Allah. Keempat seseorang tidak tahu di bumi mana ia meninggal kecuali Allah. Dan yang terakhir tidak tahu kapan hari kiamat terjadi kecuali Allah. Dengan hadirnya hadist tersebut, masihkah kita berlaku sombong berjalan diatas bumi ini? Padahal bumi ini bukan milik kita? Padahal kita di bumi ini hanya sementara?? Dan hanya kitalah yang mampu menentukannya, islam yang KAFFAH / islam KTP. Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 37 menerangkan :Yang artinya : ” dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong. Karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan mampu menembus bumi, dan kamu sekali-kali tidak akan mampu mencapai gunung yang tinggi”.2. Ia dikatakan structural karena di dalam sel mengandung struktur-struktur yang lumayan bisa untuk dikatakan sulit / rumit. Namun bagi Allah untuk menciptakan sesuatu yang kecil lagi rumit, Allah cukup mengatakan “kun fayakun”, jadilah maka jadilah.3. Ia dikatakan fungsional karena di dalam tubuh sel, ia banyak terdapat organ-organ penting yang juga mampu membantu kita dalam beraktifitas, dan organ-organ tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri namun berkesinambungan. Seperti Al-Qur’an dengan Al-Hadist. Al-Hadist juga memiliki fungsi yakni untuk memperjelas / menjabarkan makna ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an. Ia juga berfungsi sebagai pemerjelas / penambah keterangan dari sahabat dan juga Rosulullah sendiri yang juga berkesinambungan untuk pedoman kehidupan umat muslim.4. Ia dikatakan sebagai unit pertumbuhan karena ia juga membantu organ-organ dalam tubuh manusia yang mampu menghasilkan protein, lemak dan lain sebagainya yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan manusia, hewan, dan tumbuhan. Seperti dalam kejadian manusia. Sebelum terjadi sebuah bayi yang mungil yang akhirnya menjadi manusia, kita awalnya adalah dua sel yang menyatu menjadi satu, yaitu sel telur dan sel sperma. Jika digunakan mikroskop untuk melihat dua benda tersebut, sangatah menjijikan. Namun Allah menciptakan ini tidaklah sia-sia. Dari pertemuan antar dua sel tersebut kita dijadikan oleh Allah sebagai air mani yang disimpan dalam rahim seorang ibu. Lalu dari air mani tersebut, Allah menjadikanya segumpal darah. Lalu Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh di dalam tubuhnya dan diperintah atas 4 hal : menuliskan ketetapan tentang rezekinya, ajalnya, amalnya, dan menjadi orang yang celaka atau bahagia.(HR.Muslim). Lalu dijadikannya segumpal daging, lalu dijadikanya tulang belulang yang nantinya akan digunakan untuk membungkus daging. Dan jadilah wujud manusia seperti kita. Dari 2 buah sel, menjadi bayi, tumbuh besar menjadi kanak-kanak, remaja, dewasa, tua, manula, dan akhirnya akan kembali ke Sang Kholiq. Sebegitu tegarnya seorang ibu menggendong bayinya kesana-kemari selama kurang lebih 9 bulan di dalam rahimnya, beraktivitas. Seperti hadist yang telah diungkapkan. ” sahabat Rosullullah pernah bertanya pada Rosulullah, ; wahai Rosulullah, siapakah yang pertama kali harus kita hormati? Lalu Rosulullah manjawab, IBU. Lalu siapa lagi ya Rosulullah? Lalu dijawabnya lagi, IBU. Lalu siapa lagi ya Rosulullah? IBU. Lalu ?AYAH. Sel dapat diibaratkan dengan keadaan suatu kaum. Yaitu kaum muslimin. Mengapa?? Karena kaum muslimin yang terdiri dari triliunan orang juga memiliki tanggung jawab yang besar yang akan dipertanggung jawabkan kelak pada Yang Maha Kuasa. Sel juga akan mempertanggung jawabkan apa yang telah diperbuatnya pada sebuah anatomi tubuh yang ia renangi. Jika ada sel yang rusak maka si pemilik tubuh akan merasa kesakitan yang pada akhirnya berobat. Sama halnya seperti kaum muslim. Jika ia merasa hatinya sakit/ kotor maka ia akan segera lari berobat / bertobat (minta ampunan pada Allah). Maka dari itu sebelum penyakit sel berjangkit, pada salah satu organ tubuh kita, wajiblah bagi kita untuk mewaspadai / berobat sebelum terlambat. Janganlah kita menunda-nunda perilaku baik untuk tubuh kita maupun orang lain,karena Allah menyukai orang-orang yang menyegerakan niat baiknya. Karena niat yang baik akan berdampak pada kebaikan pula.Sekecil apapun, Allah Maha Melihat sekaligus itu adalah sel. Dan Allah tidak memerlukan mikroskop untuk melihatnya. ALLAHU AKBAR!!! Sebegitu hebatnya Allah menciptakan sesuatu yang mampu menopang hidup makhluk-Nya. Itu adalah salah satu bukti nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. QS. Al-Waqi’ah : 70“ Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? “ RETIKULUM ENDOPLASMA DAN RIBOSOMDalam kelangsungan hidup kita, organ-organ dalam sel dan antar sel saling bahu membahu dalam setiap melakukan pekerjaanya. Seperti yang terjadi pada reticulum endoplasma dan ribosom. Ribosom tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai penyintesis / pembentukan protein. Maka ribosom melekat pada reticulum endoplasma(kasar) agar reticulum endoplasma dapat membantu ribosom dalam pembentukan protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Seperti halnya kita. Kita sebagai organism yang tersusun dari berjuta-juta sel seharusnya lebih mampu dalam mengamalkan sikap saling tolong-menolong. Karena sel yang sekecil itu saja mampu, mengapa kita tidak??. Dalam al-qur’an dejelaskan (QS.Al-Maidah ; 2) : وَاتَّقُواْ وَالْعُدْوَانِ الإِثْمِ عَلَى نُواْتَعَاوَ وَلاَ وَالتَّقْوَى لْبرِّا عَلَى وَتَعَاوَنُواْ.الْعِقَابِ شَدِيدُ اللّهَ إِنَّ اللّهَ Yang artinya :” tolong-menolonglah kamu semuanya dalam berbuat kebaikan. Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat keburukan. Dan bertakwalah pada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya”. Disebutkan bahwa hendaknya kita sesama makhluk ciptaan Allah saling tolong-menolong dalam berbuat kebaikan. Allahpun juga berfirman dalam kitab-Nya surat Ali-Imron: 104 yang juga sebagai landasan persyarikatan Muhammadiyah :وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ .الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون Artinya : “dan hendaklah ada orang yang menyeru pada kebaikan dan mencegah pada kemunkaran, dan merekalah termasuk orang-orang yang beruntung”. MitokondriaMitokondria adalah badan energi sel yang berisi protein dan benar-benar merupakan "gardu tenaga". "Gardu tenaga" ini mengoksidasi makanan dan mengubah energi menjadi adenosin trifosfat atau ATP. ATP menjadi agen dalam berbagai reaksi termasuk sintesis Wikipedia Indonesia, (ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia; diakses pada 22 Agustus 2007) memberi pengertian mitokondria sebagai tempat di mana fungsi respirasi pada makhluk hidup berlangsung. Respirasi merupakan proses perombakan atau katabolisme untuk menghasilkan energi atau tenaga bagi berlangsungnya proses hidup. Dengan demikian, mitokondria adalah "pembangkit tenaga" bagi sel. Oleh karena itu mito kondria sering disebut juga sebagai “ THE POWER OF HOUSE”.Jika di dalam sel yang disebut the power of house adalah badan mitokondria , sama halnya dengan umat agama islam. Umat agama islam juga memiliki the power of house yakni rumah mereka masing-masing. Diibaratkan mitokondria, semua energy dan zat-zat maupun enzim, terdapat di sana sebagai proses perombakan untuk menghasilkan energy. Tidak adanya mitokondria menyebabkan sel tersebut tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Namun untungnya semua makhluk hidup memiliki mitokondria di dalam selnya. Di dalam sebuah rumah, itulah tempat awal mula energy (ATP) / karakter seseorang terbentuk. Ia akan terbentuk pribadi yang baik seperti berbakti pada orang tua, sholat 5 waktu, mengaji, dan amalan baik lainnya jika energy (dari Allah) yang diserap adalah keseluruhan. Artinya mereka benar-benar yakin dan percaya (beriman) bahwa Allah selalu mengetahui apa yang dilakukan manusia. Tidak adanya penyerapan energy (dari Allah) maka ia akan rusak / terbentuk karakter yang berlawanan. Ia cenderung mengikuti hawa nafsunya yang mungkin telah dikuasai oleh setan. Tidak ubahnya dengan yang berusaha agar selalu dekat dengan Allah. Setan akan selalu mengganggu setiap diri manusia agar terjerembab ke dalam lingkaran kemaksiatan. Setan tak kan pernah berhenti untuk menjerumuskan umat manusia ke hal-hal yang tidak disukai oleh Allah sampai hari kiamat.Seperti kisah yang telah dipaparkan dalam Al-Qur’an. Suatu hari Allah menyuruh malaikat dan iblis menyembah( bukan menyembah sebagai tuhan) ke Adam. Namun iblis tidak mau melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah. Maka Allah menjadikan iblis dan setan orang kafir. Seperti ayat Al-Qur’an di bawah ini :لِآدَمَ فَسَجَدُوْا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَ كَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ وَ إِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوْا“Dan (ingatlah) tatkala Kami berkata kepada Malaikat : Sujudlah kamu kepada Adam! Maka sujudlahmereka,kecuali iblis enggan dia dan me­nyombong, karena adalah dia dari golongan makhluk yang kafir”.(QS.Al-Baqarah: 34). Begitulah perumpamaan antara mitokondria dan umat muslim. Mitokondria merupakan penghasil (ATP) karena berfungsi untuk respirasi. Mitokondria mempunyai sifat plastis, artinya bentuknya mudah berubah. Mitokondria baru terbentuk dari pertumbuhan serta pembelahan mitokondria yang telah ada sebelumnya (seperti pembelahan bakteri). Penyebaran dan jumlah mitokondria di dalam tiap sel tidak sama dari hanya satu hingga beberapa ribu. Pada sel sperma, mitokondria tampak berderet-deret pada bagian ekor yang digunakan untuk bergerak. Jika mitokondria bersifat plastis, maka manusiapun tak ubahnya seperti mitokondria. Manusia dari awal mula penciptaan sampai ia kembali lagi pada Sang Pemilik, ia pasti berubah bentuk. Yang awalnya dari sari pati tanah, kemudian menjadi air mani di dalam rahim, kemudian menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, dan tulang belulang, lalu jadilah manusia namun masih di dalam alam kandungan. Kurang lebih 9 bulan, minimal 4 bulan dan maximal 4 tahun( seperti al-kisah ibunda imam Syafi’i) kita dalam alam kandungan yang gelap dan sunyi. Setelah itu manusia mengalami perubahan bentuk di alam yang kedua, yaitu alam dunia yang penuh dengan sandiwara ini. Manusia menjadi bayi, kemudian balita, kemudian anak-anak, kemudian remaja, kemudian dewasa, kemudian tua, kemudian kembali lagi ke tanah. Tahap demi tahap pembentukan manusia ini terjadi di dunia. Kemudian manusia mengalami yang namanya alam ketiga yaitu alam kubur. Disinilah manusia akan ditanyai pertama kali amal perbuatannya. Mendapatkan siksa / nikmat. Alam yang akan dilalui selanjutnya adalah alam akhirat. Alam ini adalah perjalanan terakhir yang ditempuh manusia. Disinilah kehidupan yang kekal dan abadi untuk selama-lamanya. Manusia dibalas sesuai amal, surga / neraka.Mari kita tingkatkan kesehatan jasmani dan rohani kita. Karena Allah menyukai hamba-Nya yang pandai bersyukur. KAMI, ANAK SMA MUHAMMADIYAH 1 PO, BERUSAHA UNTUK MENAKLUKAN DUNIA DALAM BIDANG ILMU PENGETAHUAN DAN TEKHNOLOGI SERTA DALAM BIDANG KEAGAMAAN.SOURCES 1. Google.com : date, 11- august- 20102. Al-Qur’anul karim3. Buku bacaan “ beginikah rasanya 7 malam di alam kubur “.4. Kitab Al-Hadist5. Biology book

Faedah bismillah

Ucapan bismillah “bismillahirrahmanirrohim” diucapkan seseorang ketika mengawali suatu perbuatan yang baik. Sehingga amal baik yang dilakukannya itu mendapatkan ridho dari Allah. Dengan membaca bismillahirrohmanirrahim, berarti kita sudah mengingat Allah dan memohon kepada-Nya agar selalu menjaga kita saat melakukan sesuatu. Selain itu bismillah juga dapat menjauhkan kita dari pengaruh setan, sehingga nanti apa yang kita kerjakan benar-benar mendapatkan ridho dari-Nya.


Setiap kali kita melakukan sesuatu setan akan menyertai dan menggoda kita agar kita lupa pada pemberi Ridho. Setan menguasai daerah hati yang bersarang dalam perassan nafsu syahwat. Ketika asma/ nama Allah disebut dalam setiap langkah maka setanakan mundur, tetapi ketika kita lupa menyebut asma Allah maka berbisiklah ia dan mengajak berbuat segala yang berlawanan dengan keselamatan manusia, serta ajaran-Nya. Rosul bersabda:”Segala sesuatu pasti memiliki alat pembersih, dan alat pembersih hati manusia adalah dzikrullah”. Maksudnya tuh apapun yang kita lakukan akan jauh dari pengaruh setan bila kita melakukannya disertai dengan dzikir pada Allah. Dengan demikian, amal kita akan bertambah, tidak hanya amal dalam menunaikan pahala dzikir melainkan juga amal untuk menghindari pengaruh setan ke dalam jaringan tubuh kita. Tentu saja, hal ini akan melebur dosa karena bila kita senantiasa berdzikir dan mengucap basmallah di setiap awal perbuatan maka Allah akan ridho atas amal baik kita. Amin


Tidak percaya? Silahkan coba sendiri dengan niat yang baik. Karena Allah tidak akan menyia-nyiakan niat baik seseorang. Namun bila ingin jadi teroris ato koruptor terhebat, mungkin gak perlu pake bismillah dulu. Coz udah ketahuan banget Allah gak suka sama ntu semua. Heem........... maaf ya kalo ada yang tersinggung, ni cma argumen saya


Semoga kita menjadi hamba-Nya yang selalu mengabdi dan hanya mengabdi pada-Nya. Amin ya rabb


kisah 2 orang pelukis

Semilir angin menyentuh kalbu. Kicauan burung membangunkanku dari tidur nyenyakku. “Parno, bangun! Sudah jam tujuh. Nanti kita kehabisan stok alat lukis lho. Ayo, cepetan bangun!”, ucap Widodo padaku sambil menyibak selimut di tubuhku. Ku singkap lagi selimut penghangatku. “Parno, cepetan! Aku tunggu di depan”, katanya lagi sambil melangkah pergi dari kamarku. Aku mendengar sekali deretan keras pintu kamarku yang kembali tertutup. Ku lihat kalender di atas meja. Ya, tanggal 26 September. Aku baru teringat bahwa hari ini memang ada bazar besar-besaran alat lukis. Langsung ku sibak selimutku kembali. Ku langkahkan kakiku ke kamar mandi, buru-buru membersihkan badanku. Tak terasa sudah sepuluh menit lebih Widodo menungguku. “No, buruan! Keburu angkot pada ke kota”, teriak Widodo dari teras depan rumah. “Iya bawel. Masih cari celana”, jawabku kesal. “Makanya, sesudah pakai celana itu langsung digantung, jangan dibuat benang gak karuan”, katanya dengan nada ketus. Ku pakai celana ala kadarnya, walau tak matching dengan baju yang ku kenakan. Ku gebrakkan pintu kamarku, meluncur ke teras depan. “Ayo berangkat. Mana angkotnya?”, kataku sambil merapikan baju. “Wah...wah...wah den bagus celananya rapi sekali? Jarang lho, ada orang yang berpakaian seperti ini?”, ejek Widodo padaku. “Masa bodoh dengan pakaian. Aku ya aku. Mereka ya mereka. Udah, ayo kita berangkat ke bazar”, kataku membalas. “Mau naik apa? Bazar itu di kota. Ini desa. Jauh sekali jaraknya kalau kita mau ke kota. Hanya gara-gara celana bututmu ini, kita gagal mendapatkan alat lukis yang dari dulu menjadi cita-cita kita. Semuanya percuma”, ujar Widodo lemas. Ku sandarkan pundakku ke tembok dekatnya terduduk letih, memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi. “Tapi kalau kita tidak mendapatkan segera alat lukis itu, kita akan dimarahi Pak Rahmat. Kita bisa saja dibunuh dengan pistolnya atau mungkin dengan belatinya. Lusa sudah harus jadi kan pesanannya? 50 lukisan itu bukan jumlah yang sedikit. Kita juga bisa meraup keuntungan yang banyak. Kamu gak tergiur?”, kataku merayunya. “Apa? 50? Kau bilang hanya 20 lukisan, sekarang kok jadi 50? Gombal kau”, katanya. “Terserah kau mau percaya padaku atau tidak. Yang penting aku akan ke kota sekarang. Bazarnya keburu tutup”, kataku sambil melangkah pergi meninggalkannya. “Tunggu, aku ikut”, katanya menyusulku.


Aku dan Widodo menumpang truk yang membawa ketela jurusan ke kota. Untung saja sopirnya masih sekampung denganku, jadi tak dipungkiri jika ia mau mengantarkanku hingga sampai di bazar. Perjalanan ke kota bisa sampai 3 jam. Ku lihat Widodo tertidur pulas di samping Pak Karno si sopir. Tak ku sangka ternyata rasa kantuk juga menghampiriku. Entah sudah berapa lama aku dan Widodo tertidur dalam perjalanan. Pak Karno membangunkanku,”Parno, Widodo, bangun. Sudah sampai di kota”. Ku buka mataku sambil masih menahan rasa kantuk yang teramat sangat. “Terima kasih ya pak, atas tumpangannya. Widodo, ayo bangun. Sudah sampai”, ucapku.


Sesampainya di kota, aku dan Widodo bingung, arah mana yang menuju ke bazar. Daerah ini sangat ramai dan luas. Ku susuri jalan sambil bertanya-tanya pada orang-orang. Setelah sejam lebih berputar-putar ria mencari bazar, baru ditemukan. Ternyata bazar hanya berada di belakang arahku, saat aku dan Widodo turun dari truk tadi. “Bodoh sekali kau, bazar Cuma disitu, dari tadi muter-muter menghabiskan tenaga”, Ucap Widodo kesal sambil menunjuk ke arah bazar. “Kau ini kenapa kalau semenit saja tidak marah-marah. Ku tinggalkan kau disini, mau?”, jawabku ketus. “Iya, iya. Aku gak akan ngomel lagi deh”, katanya mengalah.


Tempat bazar ini luas sekali. Banyak alat-alat lukis yang belum pernah ku jumpai sebelumnya. Menakjubkan. Aku dan Widodo hanya bisa geleng-geleng kepala melihat keindahan alat-alat lukis. Ku putuskan membeli 100 set alat lukis. Walau kehabisan modal, namun aku tak kehabisan akal. Ku pinjam modal si Widodo. Dengan polosnya dia memberikannya padaku.”Hahahahahah...”, aku tertawa geli sendiri melihat keluguan Widodo. Setelah ku dapatkan itu semua, aku dan Widodo segera meluncur pulang ke desa. Toh, jam juga sudah menunjukan pukul 5 sore. Aku dan dia mulai bingung, harus pulang dengan tumpangan apa. Tak mungkin sekali jika naik bus. Uang di sakuku sudah terkupas tuntas. Sedangkan Widodo, sakunya hanya tersisa seribu perak.


“Bagaimana kalau lukisan ini kita kerjakan disini?”, ide konyol si Widodo.


“Apa yang kau maksud? Kita akan tinggal di kota ini?”, Ucapku penuh tanya.


“Mungkin begitu”, jawabnya lagi dengan enteng.


“Sudah gila kau ini. Kota itu keras. Tak mungkin kita akan betah hidup di kota ini, hanya dengan bermodal jualan lukisan? Lalu bagaimana dengan Pak Rahmat?”, ujarku.


“Ya kita tinggal bilang saja ke dia, kalau pesanannya ada di kota ini. Tidak lagi di desa. Mudah kan?”, jawabnya lebih meremehkan dari sebelumnya.


“Mudah gundulmu itu! Tak semudah yang kau bayangkan. Di kota ini, kita tidak akan makan apa-apa. Lukisan seperti ini tidak laku jika kita jual di kota. Ini lukisan biasa”, bentakku.


“Kalau kau tak mau, besok kita cari pabrik tempat Pak Karno. Kita akan menumpang lagi truk nya. Dan kita bisa menyicil proyek lukisan ini”, ujar Widodo serius.


Malam ini aku dan Widodo istirahat di kolong jembatan. Mungkin malam ini mata tak akan terpejam. Karena hanya waktu seminggu, aku dan Widodo harus menyelesaikan pekerjaan ini. Lumayan, sudah 21 lukisan yang sudah terselesaikan hingga pagi hari.


Pagi buta, ku benahi alat-alat lukis ini. Sedang Widodo tertidur dengan beralaskan tanah. Ku bangunkan dia dengan segera. Aku dan dia mulai menyusuri pabrik demi pabrik. Akhirnya ku temukan truk Pak Karno terparkir di salah satu pabrik ketela. Ternya Pak Karno ada di dalam truk nya. Segera ku membangunkannya. “Pak Karno, bangun”, kataku. “Ada apa lagi bos?”, katanya ngelantur. “Pak, ini aku, Parno. Numpang lagi ya Pak”, kataku sedikit tersenyum. “Kemana lagi?”, tanyanya. “Balik ke desa. Uangnya sudah terkuras habis buat beli alat-alat lukis. Boleh kan Pak?”, rayuku. “Ya sudah. Buruan naik. Mana Widodo?”, jawab Pak Karno yang baik hati. Ku cari Widodo hingga pusing. Ternyata dia sudah tergeletak di kursi samping Pak Karno. Tertidur sangat pulas, bahkan lebih pulas dari sebelumnya. “Huh... dasar borem”, kataku sambil naik ke truk lalu duduk di dekatnya. “Borem itu siapa to No?”, tanya Pak Karno sambil menyalakan mesin truk nya. “Borem itu tibo merem Pak. Sekali duduk pasti langsung tidur. Ya kayak Widodo ini. Sudah pak, berangkat saja. Tapi hati-hati ya Pak. Jalanan masih gelap”, kataku menjelaskan. “Iya, iya”, jawab Pak Karno. Perjalanan ke desa dimulai.


Tak lama dalam perjalanan, kurasakan goncangan yang sangat kuat. Truk yang ku tumpangi ternyata jatuh ke jurang. Ku lihat tubuhku melayang. “Ya Tuhan, selamatkan kami”, teriakku. “Bruk...bruk...bruk”, suara truk yang ku tumpangi jatuh membentur dinding curam jurang. Jatuh, tergeletak, dan terbakar. Widodo yang belum sadarkan diri dari tidurnya hampir ikut terbakar. Segera ku tarik tanganya menjauh dari truk. Entah bagaimana dengan Pak Karno. Aku sudah sangat panik sekali. “Truk nya kenapa bisa terbakar?”, tanya Widodo saat ku tarik tangannya lari menjauh. “Nanti saja aku jelaskan”, jawabku. Aku jatuh terkulai lemas.


Suasana ini masih terlalu pagi. Namun sudah banyak orang yang lalu lalang. Mungkin ada yang segera melaporkan ke polisi tentang kecelakaan ini. Secepat mungkin ada yang mengevakusiku, Widodo, dan Pak Karno. Saat aku tersadar, ku lihat bujur kaku tubuh Pak Karno yang terbakar hangus. Widodo hanya kakinya yang lecet karena tersandung batu besar dan sedikit lecet di bagian punggungnya terkena bara api. Sedang aku? Tubuh penuh luka memar. Tak apa, yang penting masih selamat. Aku dan Widodo dimintai keterangan di kantor polisi. Ku anggap kecelakaan ini dikarenakan Pak Karno masih dalam keadaan sangat lelah dan mengantuk sekali. Aku dan Widodo di antar ke desa oleh anggota kepolisian. Dan mayat Pak Karno akan segera di makamkan pula di desa.


Sesampainya di desa, aku dan Widodo sangat berterima kasih sekali pada pihak kepolisian yang telah memulangkan ke desa lagi. “Widodo, lukisannya?”, ucapku dengan sangat berdebar sekali. “Ya ampun No. Kita sampai lupa dengan pekerjaan kita. Tinggal hari ini. Besok dia sudah kesini. Bisa mati kita nanti di tangannya. Begini saja, kita kumpulkan lukisan kita yang dulu. Kita bersihkan, lalu besok kita serahkan ke dia. Gimana?”, ucap Widodo. “Kau itu sudah gendeng ya. Dia pasti tahu kalau lukisan yang kau rencanakan itu sudah dari zaman dulu”, jawabku. “Apa salahnya kita mencoba? Toh, jika kita mau beli alat lukis baru, mau nyolong uang darimana? Ngepet? Gak kan? Kita itu bukan orang kaya. Kita akan jadi orang kaya kalau kita sudah berusaha dengan cucuran keringat. Tak semudah para seniman kaya, yang alat-alat lukisnya terkadang dari luar negri. Kita bisa seperti mereka, tapi dengan usaha kita sendiri, ‘kita ya kita, mereka ya mereka’ , mengerti kan maksudku?”, jawab Widodo panjang lebar. “Baiklah. Aku yakin dengan adanya kecelakaan ini, Tuhan semakin membuka rahmatnya untuk kita. Sudah jangan buang-buang waktu lagi. Kita cari lukisan kita yang dulu”, kataku.


Di gudang, di kamar, di bawah tangga, sudah ku temukan lengkap lukisan ku dengan Widodo semasa dahulu. Ku kumpulkan hasilku dengan hasil penemuan Widodo. 60 lukisan. Tersisa 10 lukisan untuk tertinggal di rumah. Yang 50 akan berhijrah ke tangan lain.


Keesokan harinya, Pak Rahmat datang ke rumahku, mengambil lukisan pesanannya. Saat Widodo menyerahkannya, Pak Rahmat dengan seksama meneliti setiap sudut dari lukisan itu. Barangkali masih ada yang cacat. Aku dan Widodo sudah sangat panik sekali melihat raut wajahnya. Menyeramkan. Merah padam. Sepertinya aku ingin segera lari. Namun pasti akan terkejar walau di dasar lautan sekalipun. Lega, dia pergi dengan lukisan-lukisan itu.


Namun keesokan harinya dia ke rumahku lagi. Sepertinya ia menjadi bahaya bagiku dan Widodo. Tiba-tiba dia menyuruhku masuk ke dalam mobilnya untuk mengambilkan uang bayaran lukisan. Aku merasa ada yang ganjal. Aku disingkap. Tak sadarkan diri lagi. Entah bagaimana dengan Widodo, apakah ia akan menolongku atau membiarkanku. Saat ku buka mata, aku sudah berada di ruang sempit, sesak, gelap dan sepi. Hanya ada satu lampu teplok yang menempel di dinding di atas kepalaku. Kakiku di pasung. Tanganku diikat dan mulutku diganjal dengan kain. Ku coba gerak-gerakkan tanganku, berharap tali yang mengikatku terlepas. “Krek....”, pintu terbuka. Ada sedikit cahaya menerangiku. Orang bertubuh besar itu menghampiriku,”Kau tahu mengapa kau berada disini?”, tanyanya dengan nada sangat keras padaku. “Kau suruhan Pak Rahmat kan? Bilang kepadanya, lukisan-lukisan itu segera di bayar. Aku sangat bersusah payah sekali mengerjakannya dalam dua hari ini”, jawabku.


Tiba-tiba Pak Rahmat mendatangiku,


”Bodoh kau! Aku minta lukisan yang bagus dan edisi baru. Mengapa kau berikan padaku lukisan kusam dan pula sudah usang? Kau tahu, aku di pecat oleh bos ku. Bagaimana mungkin aku membayar lukisan bodohmu ini. Dan kau juga tahu? Aset kekayaanku di kupas habis oleh bos ku. Dan itu semua karena ulah bodohmu! Kau harus bayar semuanya, dengan nyawamu!”


“Apa? Nyawa? Kau mau membunuhku?”, kataku sambil histeris ketakutan.


Darah mengucur dari tanganku. Aku sudah kehilangannya, tangan kananku. Dia tega memotong separoh tangan kananku agar aku tak bisa lagi melukis, yang menjadi cita-citaku dari kecil. Tak juga itu, kepalaku hampir dibakarnya dengan lampu teplok. Sungguh dia manusia biadab. Namun, aku mencium bau Widodo. Dan baunya semakin mendekat. Aku sekarang bisa tahu keberadaannya. Dia di belakang si tubuh besar bodyguard Pak Rahmat itu. Widodo memukul kepala si tubuh besar itu dengan botol wisky. Berdarah sudah kepalanya. Dia terkulai lemas di lantai. Pak Rahmat yang mengetahui hal itu, segera menoleh ke belakang. Diambilnya lagi botol wiski dan sedikit melangkah mundur untuk bersiap-siap menjatuhkannya ke lantai. Widodo memancing agar Pak Rahmat tak menghiraukan keberadaanku lagi. Aku tahu Widodo sangat ketakutan sekali karena Pak Rahmat masih menggenggam belati yang masih berlumuran darah. Mundur dan mundur lagi. Aku berusaha sekuat tenaga untuk melepas pasungan di kakiku dengan kunci yang sudah dilemparkan Widodo sedari tadi. Walau hanya dengan tangan kiri, aku bisa membuka pasungan itu. Dengan tergopoh-gopoh, ku ambil pistol di saku si tubuh besar. Ku luncurkan peluru ke arah punggungnya. Jatuh dan mati. Si biadab sudah mati. Aku terduduk lemas di lantai, melihat keadaanku sendiri yang seperti ini. Widodo menghampiriku, lalu memelukku,”Parno, kau memang sahabat terbaik untukku selamanya. Ayo kita kembali ke rumah, mengobati luka-lukamu ini”, bisik Widodo. Dapat ku rasakan desah nafas kasih sayang darinya. Aku tertatih dalam perjalanan.


Sesampainya di rumah, Widodo langsung mengobati luka-lukaku. Tak mungkin ke dokter. Karena sangat jauh sekali. Hanya ada obat penawar sakit saja. “Ya Tuhan, ampuni aku. Aku telah membunuh ciptaanmu”, bisikku dalam hati.


“Kamu yang sabar ya, aku akan selalu disini menjaga dan menemanimu melukis lagi”, kata Widodo halus.


“Melukis? Aku sudah tak punya tangan. Aku tak akan bisa lagi menjadi seorang pelukis”, desahku.


“Kan kau masih punya tangan yang kiri? Belum tentu yang kiri lebih jelek dari yang kanan. Kan kau masih punya aku? Kau masih punya semangat, kawan. Jangan menyerah untuk meraih cita-citamu kawan. Dan jangan salahkan takdir. Karena takdir tak kan pernah salah”, kata Widodo.


“Benar apa yang kau katakan. Tak seharusnya aku mencair seperti ini. Aku harus menguap. Aku akan meraih cita-citaku menjadi seorang seniman lukis. Dan kau Widodo, kau juga akan menjadi seorang pelukis handal di negeri ini, atau bahkan sampai di negeri orang. Kita seniman terhebat”, kataku sambil berderai air mata kebahagiaan. Ku peluk Widodo erat-erat. Tak ingin ku jauh dari sahabatku ini.


5 tahun kemudian, aku berdiri di tepi pantai nan anggun,”Tuhan, Kau telah memberi ku segalanya”


Seniman terhandal di Asia Tenggara ; Parno Rugji


Dan widodo berdiri di sampingku,”Tuhan, Kau telah mengabulkan do’a ku”


Seniman terunik di seluruh dunia ; Widodo Joyokusumo

pesan hati

rindu.....
bila hatiku rindu, aku ingin menangis, ingin menjerit, berteriak. aku ingin mengais air mataku. namun hati tak mengizinkan. terkadang hati marah padaku. hati berkata padaku,"wahai anak manusia, jangan kau bebani fikiranmu dengan emosimu. jangan salahkan aku selalu. rindu yang kau alami bukan salahku. jangan salahkan aku untuk menariknya kepadamu".
"wahai hati, aku tak menyalahkanmu, aku hanya ingin kau tahu, bahwa rindu ini tak pantas untukku",kataku.
"jangan salahkan rindu itu. karena rindumu tak kan pernah menyakitimu".

kataku

bismillahirrohmanirrohim,
aku mencoba untuk menggugah semangat kecintaan yang dulu pernah kendur.
cinta bukan sebuah pena, yang seenaknya saja dicoretkan diatas lembaran putih tak berdosa untuk menggapai satu makna. tapi cinta adalah lembaran putih itu sendiri. terkadang, pena dan lembaran putih bertengkar untuk menentukan tangan mana yang akan memilihnya. bila ia memilih pena maka tidak mustahil bahwa suatu saat nanti tangan akan merasa kecewa. bila tangan memilih lembaran putih maka tidak mustahil pula bila suatu saat hingga tangan itu telah tiada akan merasakan kebahagiaan walau sebentar.
aku tidak mmenyalahkan pena maupun memuji si lembaran putih. namun ini kenyataan yang aku hadapi. dan menurutku ini adalah sebuah gambaran tentang cinta.
aku bukan orang puitis yang bisa memainkan kata. kata-kataku memang sederhana, karena inilah aku, tak lebih dari sebuah penghapus yang dibutuhkan hanya karena diperlukan.
terimakasih untuk para pembaca. semoga dengan kata-kata yang sederhana ini, aku denganmu bisa menjalin ukhuwah islamiyah.

DEMI FAJAR

Ku lirik jam dinding merah marun di sudut kamarku yang kurang lebih berukuran 5x5 m2 terus berdetak menunjukkan arah jarum jam 02.40 dini hari. Tidak terlalu dini untuk anak seumuranku, gadis remaja 17 tahun jika ada waktu Lail untuk sejenak sujud dan mengadu pada Sang Kholiq. Aku putuskan untuk membuka mataku lebar-lebar, guna ku akan beranjak dari tempat tidurku. Di kamar mandi samping kamar Ibu dan Bapakku tempat yang ku tuju untuk membasuh sebagian badanku, agar kurasakan kesegaran hawa dini hari, atau mungkin bisa saja, orang-orang menyebutnya dengan wudlu. Aku teringat akan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dulu, “ Basuhlah sebagian tubuhmu saat kau telah beranjak dari tidurmu, karena sesungguhnya agama Islam penyempurna ini cinta pada kebersihan”. Ya, seperti itulah kanjeng Nabi menuturkan.




Ku ambil sajadah dan mukena di balik rak buku, tepatnya di almari pakaianku. Kubentangkan sajadah merah muda yang kini warnanya sudah mulai pudar. Namun manfaatnya tidak akan pernah pudar sampai tiada hari lagi. Ku bersimpuh dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Mengadu dan memohon sejadi-jadinya, berharap aku tidak merasakan lagi nafas yang selalu hambur saat melakukan aktifitas. Yang biasanya saat aku membantu bapakku mengangkat barang-barang, oksigen sungguh sulit sekali rasanya untuk masuk ke dalam paru-paru mungilku. Boleh saja itu asma. Aku mengidap asma sudah sejak umur 13 tahun. Ku jalani hari-hariku sebagaimana biasanya walau terkadang penyakit ini datang tanpa undangan. “ Ya Tuhan… beri hamba-Mu ini kelapangan dada untuk bisa merasakan dan menikmati apa yang telah Kau berikan pada hamba. Karena hamba yakin dan percaya, suatu hari nanti Kau akan mengambil apa yang ada pada hamba”, begitulah sepercik do’aku yang mungkin lebih sering ku panjatkan pada Pemilik nyawa ini.




Ku pandangi jam yang sedari tadi berdenting keras. Arahnya menunjukkan pukul 05.00 pagi.” Astaghfirullah, aku ketiduran saat sholat tadi”, pekikku dalam hati. Segera kulaksanakan solat Shubuh.




Pagi ini sepertinya embun sedang enggan menyapa. Tak kudapati ia di ranting pohon depan rumah. Padahal ia berjanji akan menyapaku pagi ini diatas pipiku. “ Dian…… bantu bapak angkat barang-barang ini. Ibumu masih sibuk dengan kerjannya. Ayo Dian, buruan.. keburu dipatok ayam nanti rezeki kita”, ujar bapakku yang memang setiap harinya selalu sibuk mengangkat barang-barang untuk dijualnya di pasar. “ Iya bapak”, jawabku singkat. Ku langkahkan kakiku mendekatinya. “ Jangan lupa, cabe yang di karung paling besar itu juga dimasukkan”, tegas bapakku. “ Iya bapak”, jawabku sekali lagi dengan singkatnya seperti jawabanku yang mula tadi saat ia memanggilku. Di tengah kesibukanku mengangkat barang, Risna teman karibku muncul tanpa di undang pula,” Benar kata bapakmu itu Din, kalau gak segera diambil, rezekinya bakal diambil dulu sama ayam, alias orang lain yang lebih beruntung”.




“ Risna, kamu pagi-pagi gini kok sudah apel dirumahku? Cari mas Didin? Atau …”, tebakku.




“ Atau apa? Tadi itu aku gak sengaja lewat sini, habis dari mengantar ibu ke jalan Suromenggolo. Aku dengar sekali suara khas bapakmu, saat bilang tentang rezeki itu”, ujar Risna.




“Oh ya, nanti kita bahas lagi masalah rezeki di kelas ya, sekarang aku masih harus bantu mengangkat barang-barang ini. Kalau kamu masih tetap disini saja, mungkin sampai besok, kerjaan ini gak akan kelar”, kataku.




“Toyyib, fahimtu ya ukhti, sa adzhab (ok, aku faham, aku akan pergi kok), assalamu’alaikum”, katanya dengan nada menyerah.




“ Wa’alaikumsalam, ya ukthi”, jawabku.




Jam berlalu dari angka 6. Saatnya aku untuk melaksanakan kewajibanku dalam menuntut ilmu. Madrasah Aliyah II tempat yang akan ku kunjungi dan bahkan sampai setahun setengah lagi aku di tempat itu. Aku mulai merasakan oksigen sulit sekali rasanya untuk ku hirup. Padahal pagi ini, awan dan udara cenderung bersahabat. “ Mungkin karena aku kelelahan membantu bapak mengangkat barang-barang tadi pagi”, tebakku dalam hati kecil.




Sesampainya, pukul 06.40 aku telah sampai di halaman depan ruang guru. Aku merasakan sakit yang luar biasa pada dadaku. Sungguh aku sangat sulit sekali untuk bisa menghirup oksigen. Apalagi perjalananku dari rumah hingga madrasah bisa memakan waktu kurang lebih 15 menit dengan mengayuh sepeda ontel milik ayahku dulu.




Tak tahu apa yang telah terjadi padaku. Aku terbangun dari pejaman mataku. Kulihat jam menunjukkan pukul 11.00 siang. Sejenak aku bingung dengan apa yang telah terjadi padaku. Namun hal ini bukan hal baru untukku. Aku mulai sadar bahwa aku berada di rumah sakit. Aku bernafas dibantu dengan selang kecil di bawah hidung, dan juga terdapat beberapa infuse di tanganku.




“ Alhamdullilah, kau sudah sadar? Tadi aku panik sekali. Kamu jatuh di depan ruang guru. Pak Isyaq yang sudah bawa kamu kesini. Beliau langsung memberi tahuku bahwa kamu pingsan. Ya sudah aku langsung kesini, nungguin kamu. Kamu gak papa kan?”, jelas Risna panjang lebar.




“ Ih…kamu seperti seorang Ibu aja. Takut jika anaknya sakit. Iya, ini sudah agak mendingan. Kamu gak ikut pelajaran? Kan ini waktunya Bu Aisyah, Ta’lim muta’alim?”, ujarku padanya.




“ Ah..gak aja. Lagi BM. Bad Mood gitu”, katanya sambil meraihkan segelas air putih dimeja sebelah ku berbaring.




Ku duga bahwa dokter akan memeriksaku sebentar lagi. Pradugaku benar. 5 menit kemudian dokter menghampiriku. Kacamata yang tebal, dan jenggot mengesankan watak keras pada dirinya. Namun ternyata tidak. Bahkan sebaliknya, ia sangat santun sekali dalam berbicara dan bertingkah. Aku sudah diperbolehkan pulang, jika memang aku sudah kuat dan merasa tidak memerlukan bantuan tabung oksigen itu. Sejam kemudian, aku beranjak meninggalkan ruangan yang penuh dengan aroma obat-obatan. Dengan diantar pak Isyaq yang sedari tadi sudah di telfon Risna untuk membantuku pulang ke rumah nanti.




Sesampai dirumah, Ibu dan Bapak sudah panik menungguku. Ternyata mereka sudah tahu bahwa tadi aku pingsan dan sempat dilarikan kerumah sakit. Mereka ingin sekali menengokku kesana, namun mobil growong yang biasa dibawa bapak masih dipinjam sebentar oleh bang Alen untuk mengambil bawang ke desa seberang.




“ Gimana nduk, sudah merasa mendingan belum. Tidur di kamar Ibu aja, nanti Ibu pijitin. Kamarmu masih dibersihkan sama mas-mu”, pekik Ibuku dengan penuh kekhawatiran (sambil membopongku ke kamarnya).




“ Terima kasih banyak ya pak, sudah mau mengantarkan Dina sampai rumah. Maaf sekali jika keadaan rumah kami seperti ini. Haha…maklum, rakyat kecil”, kata Bapak.




“ Jangan merendah seperti itu pak. Biar miskin harta yang penting kaya hati. Saya merasakan kesederhanaan dan kekayaan di keluarga ini. Keluarga yang sejahtera. Pak, apa Dina sudah sering sakit seperti ini?”, Tanya pak Isyaq.




“ Iya, sudah 4 tahun ini dia mengidap asma. Namun akhir-akhir ini parah. Sering keluar masuk rumah sakit. Untung saja keluarga kami mendapat surat tanda miskin. Jadi biaya rumah sakit sudah ditanggung sama pemerintah. Dokter-dokter di rumah sakit itu sudah mengenal Dina. Ya, karena Dina sering kesana. Haha, ngamar disana. Obat-obatan sudah menjadi makanannya. Sekali ia telat minum obat, dia akan merasakan sesak yang luar biasa”, jelas Bapak lengkap seperti apa yang sudah di paparkan dokter Adi 4 bulan yang lalu.




“ Bapak yang sabar ya, sesungguhnya Allah tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Saya yakin, keluarga bapak adalah orang yang kaya dan kuat. Di balik ini ada hikmahnya pak. Sudah ketentuan dari Gusti Allah apa yang telah menimpa keluarga sakinah Bapak. Pak, saya mohon pamit dulu, takut jika nanti anak-anak bingung mencari saya, karena saat ini ada ujian Hadist. Saya permisi dulu, pak, salam untuk Dina dan Ibu, assalamu’alaikum”, tukas pak Isyaq, yang aku pun juga bisa mendengar kata-katanya dengan jelas.




Hari berganti hari, hingga berganti bulan. Masih seperti kebiasaanku untuk konsumsi obat secara rutin. Dini hari ini ada yang mengganjal dalam benakku. Saat seperti biasanya aku terbangun dari tidur dan mimpi indahku, aku mengambil air wudlu yang sedikit sekali kupercikan karena hawa pun rasanya juga berbeda dengan malam-malam kemarin, sedikit agak menusuk ruas-ruas tulang badanku. Takut jika seandainya nanti asma datang melanda tubuh yang semakin mungil ini. Sesaat setelah ku hadapkan jiwaku pada yang telah menciptakanku, kulantukan syair-syair indah dari Al-qur’an. Tak terasa pipiku telah basah oleh air mata. Air mata yang menggenang di bawah mataku sepertinya berhasil membuat jejak. Jejak bengkak yang bisa membuatku kelihatan seperti empunya mata sipit.




Detik-detik berlalu, aku memilih tidak masuk sekolah hari ini. Karena aku ingin dirumah saja hari ini. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku mengangkat barang-barang untuk dibawa ke pasar. Namun hanya sebentar saja aku membantu bapak. Karena rasa sesak sudah dahulu menghampiriku. Aku memilih untuk istirahat sejenak di ruang depan tv. Aku tertidur. Bahkan pulas. Aku bermimpi, aku berada di tempat seperti di desa. Penuh dengan bunga-bunnga bermekaran yang indah sekali. Aku melihat banyak sekali kupu-kupu berwarna-warni. Namun disitu, kebingungan datang padaku,” Mengapa disini sepi?”. Aku merasa sangat bahagia sekali di tempat yang ku sebut desa ini. Sangat luas. Maha luas.




“Din, bangun ! ayo sholat dhuhur. Ada teman-temanmu disini”, ujar mas Didin.




Aku terperanjat dari tidurku. Ku lihat di sekelilingku sudah banyak teman madrasahku. Aku bingung mengapa mereka ada di rumahku? Dan siapa yang membawa mereka kesini? Apa tujuannya? Ternyata aku sudah dua hari tertidur. Rasanya masih sejam yang lalu. Namun saat ku buka mata, yang kurasakan masih sama, hawa dingin yang menusuk tulang, dan awan biru tersenyum padaku.




“ Lho…..kalian disini? Kok tidak sekolah?”, tanyaku.




“ Din, kami jenguk kamu. Kata Risna kamu sakit lagi. Sudah dua hari tiada kabarmu. Entah angin mana yang membawa hati kami untuk menjengukmu”, ujar Tofik mewakili teman-teman lain. Kurang lebih ada 40an temanku yang menjengukku. Ada yang mengganjal di benakku. Rasanya, sakit yang selama ini mengurungku, kini seperti tak kurasakan lagi. Hilang, lepas dan bebas.




“ Din, ini pialamu”, tukas Tofik.




“ Piala apa?”, tanyaku bingung.




“Piala kejuaraan. Kamu memenangkan lomba debat Bahasa Arab mengenai ringkasan surat al-Fajr, dan ini pialanya. Masa kamu sudah lupa? Perjuanganmu selama ini tidak sia-sia, kawanku. Aku bangga berteman denganmu. Aku dan teman-teman berharap kamu bangkit dari sakitmu. Kamu pasti bisa sembuh Din. Kita semua sayang kamu, Din. Dan tak pernah terlintas di benak jika harus kehilanganmu”, jawab Tofik.




“ Ahhahahaha…… kamu bicara apa sih, aku kan gak pergi kemana-mana. Jadi tidak mungkin aku hilang.. kan aku sekarang disini. Terima kasih ya, kalian sungguh baik sekali padaku. Aku, belum bisa membalas kebaikan kalian. Biar Allah saja nanti yang membalasnya. Oya, bagaimanana keadaan pak Jarot? Beliau masih di rawat di rumah sakit?”, aku angkat bicara.




“ Alhamdulilah, beliau sudah sembuh. Sungguh luar biasa perjuangannya untuk sembuh. Ikhtiar dan do’anya tiada henti. Maka Allah mengabulkan segala do’anya untuk bisa segera sembuh dari penyakit batu ginjal itu. Sekarang, banyak murid-murid yang suka padanya”, ujar Tofik.




“ Kok bisa, bukankah beliau terkenal galak?”, tanyaku penuh dengan penasaran.




“ Jenggotnya sudah dikupas habis”, jawab Tofik




“ Hahahahahhahahah”, tawa teman-teman menggelegar dirumahku.




Sesaat kemudian, di tengah gelagak tawa mereka entah apa yang menyuruhku melantunkan sebuah lagu :




Bukankah hati kita telah lama menyatu




Dalam tali kisah persahabatan Illahi




Genggam erat tangan kita terakhir kalinya




Hapus air mata meski kita kan terpisah




Selamat jalan teman




Tetaplah berjuang semoga kita bertemu kembali




Kenang masa indah kita seindah hari ini




Sesaat kudengar lantunan ayat :




$pkçJ­ƒr'¯»tƒ ߧøÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuŠÅÊ#u Zp¨ŠÅÊó£D ÇËÑÈ Í?ä{÷Š$$sù Îû Ï»t6Ïã ÇËÒÈ Í?ä{÷Š$#ur ÓÉL¨Zy_ ÇÌÉÈ




27. Hai jiwa yang tenang.




28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.




29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,




30. Masuklah ke dalam syurga-Ku




Sejuk, tenang, damai, dan……………… gelap.


































my pet


www.spacezapper.com